October 21, 2011

Inggit Garnasih, Kekasih yang Tersisih


Selain dikenal sebagai founding father Negara Kesatuan Republik  Indonesia, Ir. Soekarno dikenal  juga sebagai lelaki karismatik yang tak lepas dari banyak perempuan. Kecintaanya terhadap sosok perempuan memang sudah menjadi rahasia umum. Seolah membenarkan “hobinya” menikah dengan banyak perempuan cantik, seperti dikutip dari  biografi Soekarno berjudul  Bung Karno Penjambung Lidah Rakjat yang ditulis oleh Cindy Adams pada tahun 1966,  ia  berkata dalam biografinya,  “ I’am a physical man. I must have sex everyday!”

Dari banyak perempuan yang pernah hadir di kehidupan Soekarno, Inggit Garnasih bisa dikatakan sebagai salah seorang significant others yang banyak mempengaruhi pribadi Soekarno. Perempuan priangan ini berperan banyak dalam membangun mental Soekarno, sebelum akhirnya menjadi presiden pertama Republik Indonesia. Ialah yang setia mendukung Soekarno, baik secara lahir maupun bathin,  sebelum memasuki gerbang istana.

Inggit Garnasih lahir di Kamasan, Banjaran, pada tanggal 17 Februari 1888. Nama “Garnasih” merupakan akronim dari dua kata bahasa Sunda, yakni “Hegar” dan “Asih”. Nama “Inggit” juga tidak muncul begitu saja. Semasa kecil, ia sering pergi ke pasar. Orang-orang di pasar sangat senang melihat kecantikan perempuan kecil ini, terutama senyumnya yang manis. Kemudian orang-orang di pasar menyuruhnya tersenyum dengan imbalan uang sebesar satu ringgit. Dari situlah, panggilan “Inggit” muncul.

Sebelum menikah dengan Soekarno, Inggit telah menikah sebanyak dua kali. Pada usia 12 tahun, ia menikah dengan Nata Atmaja, seorang patih di Kantor Residen  Priangan.  Pernikahan ini tak bertahan lama. Beberapa tahun kemudian, ia menikah dengan seorang saudagar kaya yang juga tokoh Sarekat Islam Jawa Barat, H. Sanoesi.

Kehidupan rumah tangga Inggit berjalan normal sampai suatu ketika, sekitar tahun 1921, datanglah seorang intelektual muda dari Surabaya yang hendak melanjutkan pendidikan ke THS (sekarang ITB). Lelaki berusia 20 tahun itu bernama Soekarno. Ia bermaksud indekos di rumah Inggit dan H. Sanoesi. Soekarno tak datang sendirian. Ia membawa serta istrinya, Siti Oetari (15 tahun), puteri dari Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto. Karena ayah Oetari sama-sama tokoh Sarekat Islam, maka H. Sanoesi menerima kedatangan mereka dengan baik.

Ternyata, kedatangan Soekarno merupakan awal dari hancurnya rumah tangga H.Sanoesi-Inggit. Sejak semula, Soekarno telah jatuh cinta pada sosok Inggit yang cantik, lembut, dan keibuan. Inggit pun merasakan hal yang sama. Ia melihat sosok penuh karismatik dan cerdas dari diri Soekarno. Skandal pun tak terelakkan. Akhirnya, Soekarno mengembalikan Oetari pada ayahnya. H. Sanoesi pun merelakkan Inggit dinikahi Soekarno. Perbedaan usia yang terpaut cukup jauh (Inggit lebih tua 12 tahun) rupanya tak menghalangi mereka untuk bersama. Pada 24 Maret 1923, mereka resmi menikah.

Selama 19 tahun bersama Soekarno, Inggit menampilkan performa terbaiknya sebagai seorang istri. Ia adalah all in one wife. “Nggit” (panggilan sayang Soekarno kepada Inggit) adalah istri yang mendampingi ”Ngkus” (pangilan sayang Inggit pada Soekarno) ketika tengah  menjejakan kaki ke dalam dunia politik. Kehadiran Inggit adalah bentuk semangat yang nyata bagi Soekarno. Ialah yang memotivasi Soekarno ketika di penjara di Banceuy dan diasingkan di Flores serta Bengkulu. Bahkan, Inggitlah yang menjadi tulang punggung keluarga, sementara Soekarno berjuang memerdekakan negeri ini.

Melihat pengorbanan yang dilakukan Inggit, saya selalu berpikir bahwa dialah yang seharusnya menikmati gemerlap kehidupan istana. Ialah yang pantas mendapat gelar the first  first lady. Tapi, apa boleh dikata. Kenyataan bahwa Inggit tidak bisa mendapatkan keturunan, lambat laun  menjadi momok tersendiri bagi kehidupan pernikahan Soekarno-Inggit. Ketika Soekarno meminta izin untuk menikahi Fatmawati, yang notabene sudah dianggap anak oleh pasangan ini, Inggit menolak. Ia tak mau dimadu dan memilih becerai dengan Soekarno. Sungguh ironis.

Semakin ironis ketika mengetahui bahwa banyak orang yang tidak mengenal sosok Inggit Garnasih. Terutama masyarakat di Kota Bandung. Kebanyakan mereka tidak tahu bahwa ada perempuan priangan yang begitu berpengaruh di kehidupan Soekarno.  Mereka hanya tahu bahwa Inggit Garnasih adalah nama salah satu jalan yang ada di Kota Bandung. Tempat tinggal Inggit Garnasih di Jalan Ciaetul, Bandung, juga sepi pengunjung. Padahal, rumah itu sudah ditetapkan menjadi rumah bersejarah oleh pemerintah.  Kurangnya apresiasi masyarakat terhadap sejarah memang bukan cerita baru di negeri ini.

Sosok Inggit Garnasih mungkin kurang populer di kalangan masyarakat. Tapi bagi saya, Inggit adalah perempuan yang hebat, tangguh, dan luar biasa. Di antara sedikit tokoh perempuan yang muncul  pada masa perjuangan Indonesia, seharusnya nama Inggit Garnasih masuk ke dalam daftar. Dia adalah representasi perempuan yang berjuang dengan  caranya. Seorang perempuan inspiratif yang meskipun tersisih, tapi tetap memiliki kasih.
 
 Pegiat Aleut

Semasa Muda sumber. www.aleut.wordpress.com
Terima kasih untuk Komunitas Aleut atas kekayaan informasinya mengenai Inggit Garnasih.
 
 
Tulisan ini pernah dimuat di Harian Umum Tribun Jabar, 21 April 2011.
 

No comments:

Post a Comment